Ada Cerita di Kemacetan

Hal yang paling menyebalkan adalah ketika dosen mengabarkan kalau UAS diundur minggu depan. Apalagi itu adalah waktu liburan. Yaps..kita harus menunda kepulangan ke kampung halaman bertemu orang tua demi ujian yang belum tentu kita bisa mengerjakannya. Yang lain udah pulang, kita sendiri yang masih musim ngerjain ujian.

...
Selesai melaksanakan UAS segera bergegas pulang kampung. Berangkat dari terminal Cicaheum Bandung tepat ketika jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Prediksi gue nyampe Cirebon sekitar pukul 18.00 WIB. Karena berdasarkan pengalaman, semacet-macetnya Bandung-Cirebon itu paling 7 jam perjalanan baru nyampe Cirebon.

Ketika bus yang gue naiki melaju perlahan melewati Sumedang terlihat tanda-tanda kemacetan terjadi. Bus semakin melambatkan lajunya karena berbagai kendaraan saling berdesakan di sebuah jalan yang lebarnya 6 meter. Macet. Yah, sepertinya ini macet. Lama-kelamaan kemacetan terlihat semakin parah. Kemacetan terjadi sepanjang jalan Sumedang. Padahal nggak ada perbaikan jalan, juga nggak ada yang lagi hajatan di tengah jalan. Kenapa bisa macet sepanjang ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

Setelah gue amati, ternyata penyebabnya adalah volume kendaraan yang tidak sebanding dengan lebarnya jalan raya. Ini akibat dari banjir yang terjadi di mana-mana, di Jakarta, Manado. Banjir juga terjadi di jalur pantura, sekitaran Indramayu dan Pamanukan. Sehingga berbagai kendaraan besar yang membawa barang-barang mengalihkan jalurnya, yaitu melalui jalur Cirebon-Bandung.

Di dalam bus, gue kesel, resah, pengen nangis di bawah shower karena macet. Kenapa nggak naik kereta aja? Ada keinginan naik kereta. Namun jadwalnya yang tidak mendukung, sehingga memilih naik bus. Dan hasilnya adalah seperti ini. Maceeeeeeeetttt. Gue marah, sebel, rasanya pengen jambak rambut sopir bus. Asli, ini kesel banget. Bayangin coba, macetnya udah kayak mudik lebaran aja sampai berjam-jam gini. Kalau udah kayak gini siapa yang disalahin? Sponge bob nggak salah.

Di tengah kegalauan gue memikirkan macet ini, ada rasa pengen nulis unek-unek tentang kemacetan yang sedang gue alami. Tapi unek-unek itu pengennya seperti sebuah senandung atau puisi. Akhirnya, gue tulis sebagian senandung kemudian share ke facebook. Puisi ini gue beri judul senandung kemacetan.

Senandung Kemacetan

Sukses itu seperti sebuah kemacetan, kita harus sabar menjalaninya
Cinta itu seperti sebuah kemacetan, kita harus bahagia karenanya
Cobaan itu seperti sebuah kemacetan, kita harus kuat menghadapinya
Sekolah itu seperti sebuah kemacetan, kita harus lulus menghadapinya

Hutang itu seperti sebuah kemacetan, kita harus cepat membayarnya
Modol itu seperti sebuah kemacetan, kita harus bisa menahannya
Liburan itu seperti sebuah kemacetan, kita harus menikmatinya
Nembak cewek itu seperti sebuah kemacetan, kita harus sabar nunggu jawabannya

Banjir itu seperti sebuah kemacetan, sama-sama ujian dan cobaan

Kemacetan mengajarkan kita banyak hal
Kemacetan mengajarkan kita arti penting kesabaran

Kemacetan mengajarkan kita tentang kedewasaan
Yang biasa terkena macet adalah kendaraan, kendaraan itu yang mengendarai orang dewasa. Jadi, kemacetan mengajarkan tentang kedewasaan

Kemacetan mengajarkan kita tentang kelaparan
Kalau macet, kita merasakan kelaparan, terus makan. Jadi, kemacetan mengajarkan kita kelaparan

Kemacetan mengajarkan kita tentang kehidupan
Bahwa hidup adalah rangkaian kemacetan sementara yang pada akhirnya akan kita lalui

Senandung ini gue dedikasikan buat kalian yang pernah mengalami sebuah kemacetan. Jadikan sebuah kemacetan menjadi cerita menarik yang kelak kau ceritakan pada teman-temanmu, kemudian temanmu mengejeknya.

Kegalauan gue mulai sirna setelah menulis senandung ini. Rasanya gue udah keluarin semua yang ada dipikiran tentang kemacetan. Lega. Plooooooong.

Di akhir perjalanan, ketika kemacetan sudah tidak terjadi, bertemulah seorang perempuan. Gue yang tadinya duduk di depan pindah kebelakang karena di belakang sudah mulai kosong. Gue duduk di sebelah seorang perempuan yang usianya sudah tidak muda lagi. Kami mengobrol. Beliau banyak cerita tentang kehidupannya, keluarganya. Beliau bercerita tentang reuni bareng teman-temannya dulu. Teman-temannya adalah guru gue waktu MTs. Jadi, yaaaa nyambung. Tamparan keras dari beliau gue rasakan. Bukan, bukan, bukan tamparan tangannya, tapi nasihat-nasihatnya seakan menampar gue dengan sangat keras. Ibumu, ibumu, mintalah doa kepada orang tuamu, terutama ibumu. Karena ibumu tau betul apa yang dirasakan oleh anaknya. Seorang perempuan memang lemah secara fisiknya, tapi perasaannya bisa lebih tajam dari seorang laki-laki. Beliau cerita tentang kejadian gempa bumi yang mengakibatkan swalayan PGC (Pusat Grosir Cirebon) yang runtuh. Ketika itu anaknya keuekeuh pengen belanja di PGC, namun beliau punya firasat yang tidak enak kepada anaknya, sehingga beliau juga keukeuh nggak ngijinin anaknya belanja. Tuhan memberi petunjuk, celana yang akan dikenakan oleh anaknya tiba-tiba seperti ada banyak semut, dikibas-kibasin. Nggak jadi berangkat ke PGC. Sesaat kemudian terjadilah gempa bumi tersebut. Subhanallah. Beliau juga bepesan, carilah keberkahan ilmu. Bukan seberapa banyak ilmu yang kau dapat, tapi seberapa berkah ilmu yang kau dapat. Banyak orang pintar, tapi sedikit orang yang bener. Tak terasa 2 jam sudah berlalu. Banyak pelajaran yang gue dapat dari ibu itu. Setiap orang yang kita temui adalah guru kita.

Akhirnya, gue turun lebih dulu dan pamit kepada beliau. Tunggu dulu, gue lupa nanya siapa namanya. Ini nih kebiasaan, kalau udah ngobrol lama, terus kelupaan nanya nama. Sudahlah, yang penting gue inget betul ibu tadi. “Ya Allah, ampunilah dosanya, berkahilah keluarganya, berkahilah ilmunya, berkahilah rezekinya, berkahilah sisa umurnya, jadikanlah akhir hayatnya khusnul khotimah, jauhkanlah dari siksa kubur Mu ya Allah” Aamiiin.

Eitssss, tunggu dulu. Sebelum kalian meninggalkan tulisan ini, jawab dulu pertanyaan gue. Pertanyaan ini mengasah kemampuan kalian. This is question life.

Jarak Bandung-Cirebon terasa semakin jauh. Dengan naik bus, untuk menempuh jarak Bandung-Cirebon dibutuhkan 12 jam karena macet. Berapakah kecepatan rata-rata bus tersebut? Jika dengan berjalan kaki, berapakah waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak Bandung-Cirebon? Bandingkan keduanya, manakah yang lebih baik, dan berapakah efisiensinya?

Tolong jawab dulu yaaah. Maksimalkan kolom komentar di bawah ini ;)

Perjalanan akan terasa indah bila kita menikmatinya.

Salam kuper

@umarwijaksono


2 comments:

  1. Menurut hemat saya.. Perjalanan anda akan lebih maksimal lagi apabila ditempuh melalui jalan kaki mendaki gunung lewati lembah sampe cirebon.. Karena bisa anda bayangkan, dengan menggunakan bus dan ditengah kemacetan saja anda bisa mendapatkan pelajaran hidup yg sangat luar biasa apalagi kalo jalan kaki.. Pasti akan lebih dahsyat lagi pelajaran hidup yg akan didapat dan ditemui kelak.. Seperti kata peribahasa "sepandai-pandainya tupai melompat, dua tiga pulau terlampaui.." ( kalo gak salah sih gt peribahasanya ) sekian dan terimakasih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. jawabannya kuper banget nih, bisa saya luruskan sedikit mungkin peribahasa yang anda maksud "sepandai-pandainya tupai melompat, dua tiga gunung terlampaui" :D :)
      terima kasih atas jawabannya, anda berhak balasan ini. :)

      Delete

Powered by Blogger.