Minta Rujukan, Pasien Masih di Rumah dan Belum Dilakukan Pemeriksaan

Dering ponsel membangunkan istri dari tidur siangnya. Saya yang sedari tadi sudah bangun dulu mendengarkan percakapan istri yang pada intinya adalah indikasinya adalah dirujuk ke rumah sakit, sarannya langsung ke RSUD SMJ tanpa melalui Puskesmas. Karena kalau rujukan melalui Puskesmas, RSUD SMJ kemungkinan menolaknya dengan alasan dokter spesialis anak sedang tidak ada atau cuti. Tapi juga tidak menolak kalau memang mau ke Puskesmas dulu, cuma ya resikonya rujuk ke Kabupaten Ketapang. Dan disana ada dua RS besar, RSUD Agusdjam dan RS Fatima. RSUD biasanya menerima berkas BPJS dalam 3x24 jam, sedangkan RS Fatima kalau dia masuk tanpa BPJS, langsung terhitung umum. Kondisi RSUD biasanya selalu penuh, terlebih sedang meningkatnya kasus DBD.

Setelah percakapan berakhir, anak-anak mulai terbangun dari tidur siang. Beberapa menit kemudian listrik padam. Diawali dengan yang kecil berucap, "ndi pa, ndi".

Akhirnya kami mengiyakan mereka mandi meskipun masih belum jam 15.00. Karena padamnya listrik kondisi kamar mandi tidak cukup terang, dan saya menemani dan mengawasi mereka dari pintu kamar mandi sambil monitor grup WhatsApp. Mumpung mereka mandi, istri bergegas ke Puskesmas karena pasien yang melalui percakapan tadi, dibawa ke Puskesmas. Saya monitor grup WhatsApp yang menginformasikan Sistem Transmisi Ketapang - Sukadana lepas, PLTU trip, dampak dari gangguan penyulang akibat kawat layang-layang. Pengatur Beban Ketapang menginstruksikan Sukadana untuk operasi Island dulu.

"Udah yuk dek, mandinya udahan" "yuk mas udahan mandinya" pinta saya ke anak-anak. Satu persatu memakaikan pakaian mereka.

Anak-anak sambil bermain, saya mulai mengatur operasi Island Sukadana dengan menanyakan kesiapan mesin PLTD Melano. Secara bertahap sistem kelistrikan Sukadana dinormalkan, mulai dari penyulang yang bebannya besar, yang banyak zona. Ternyata ada kendala, saat zona tiga dinormalkan zona dua trip UFR. Solusinya dirubah dulu setting UFR (Under Frequency Relay) karena operasi island. Sambil menunggu perubahan settingan UFR, maka penormalan arah GI Sukadana untuk bisa masuk ke busbar GI. Kemudian menormalkan penyulang yang mensuplai kantor ULP Sukadana agar sinyal komunikasi bisa normal. Setting UFR sudah dirubah, zona tiga dimasukkan tegangan normal. Ketika hendak penormalan zona empat, PLTD Melano menginformasikan spare mereka tidak cukup. Waduhhh. Sedangkan masih ada dua penyulang lagi yang belum normal. Suplay dari Ketapang juga belum bisa dorong ke Sukadana. Ini yang membuat saya memutar otak, berpikir terkait roling pemadaman bergilir. Saya buka laptop untuk menyusun jadwal pemadaman bergilir, namun jadwal juga belum selesai dibuat anak-anak udah mulai uring-uringan, yang kecil panggil mamahnya terus, yang besar mintanya nonton dengan dalih biar yang kecil nggak nangis. Saya juga ikut uring-uringan, pusing, emosi mulai naik. Coba chat istri, jawabnya belum selesai, lagi berantem sama pasien.

“Pertanda tidak baik-baik saja ini” pikirku, kalau sampai rumah dengan kondisi emosi saya yang belum stabil.

Dengan terpaksa saya menontonkan mereka YouTube melalui TV, agar saya bisa berpikir dengan jernih, berkomunikasi dengan baik menyapa pelanggan yang mengeluhkan padamnya listrik, dan ketika istri datang kondisinya tidak sama-sama labil.

Adzan Maghrib berkumandang, yang kecil minta makan telur dadar, maka saya buatkan telur dadarnya. Yang besar masih asik dengan tontonannya. Pas telur dadarnya udah matang, mereka makan sama-sama, yang kadang saya suapkan juga. Selesai makan, ketika mau sholat magrhib ditangisi yang kecil, tapi tetap saya lanjutkan sholatnya hingga selesai. Alhamdulillah mereka udah kenyang dan saya sudah mulai stabil emosinya.

Menjelang isya, istri pulang dengan wajah yang tidak menyiratkan kemarahan. Saya yang sudah stabil juga menyambutnya dengan tenang. Duduk di sebelah saya dan anak-anak, sambil langsung bersemangat menceritakan.

"Saya ini mantan anggota DPRD"

"Mau bapak anggota DPR, MPR, saya tidak takut kalau saya benar" cerita istri.

Dengan seksama saya mendengarkan cerita. "Terus gimana yang?" Tanyaku.

"Bapak yang katanya mantan DPRD datang ke puskesmas sama suami pasien, sedangkan pasien masih di rumah" istri melanjutkan ceritanya.

"Kenapa nggak bisa ngasih rujukan langsung?"

"Kalau mau dirujuk pasien bawa ke puskesmas dulu, untuk diperiksa baru bisa rujuk kalau memang ada indikasi dirujuk" jelas istri

"Yaudah kita bawa sini, biar tanggung jawab" jawab bapaknya

"Lah, kalau nggak tanggung jawab ngapain saya nunggu pasien anak sebelah ini, sampai sekarang, sampai benar-benar bisa dirujuk, karena memang indikasi rujuk" jawab istri

Akhirnya pasien dibawa ke puskesmas.

"Ini nggak ada indikasi rujuk ya pak" jelas istri.

"Tapi kan dia sekarat"

"Pak, namanya sekarat itu SPO2 kurang, penurunan kesadaran. Lah ini SPO2 normal, kesadaran normal. Bukan sekarat namanya pak"

Usut punya usut pasien ini tanggak 28 Agustus, hari ini kan? Tanya istri.

"Iya hari ini" jawab saya

Tanggal 28 Agustus dia ke RSUD SMJ, disana masuk UGD dan diperiksa diobservasi, kemudian dipulangkan karena tidak ada indikasi untuk dirawat, dan disarankan untuk ke poli.

"Emang sakitnya apa sih?" Tanyaku penasaran

"Nyeri ulu hati, tapi ada herpes jadi disarankan ke poli, ke dokter spesialis kulit" jawab istri.

Sambil menyantap makan malam dengan lauk dadar hangat ditambah sambal ulekan sendiri, istri sedikit bercerita pasien yang digigit ular.

Datang minta disuntik anti bisa, tapi lagi-lagi pasien masih dirumah. Pas yang datang bercakap dengan nada tinggi pula.

"Saya nggak bisa kalau nyuntik dirumah, karena SIP saya di puskesmas, bukan di rumah pasien. Jadi silahkan dibawa ke puskesmas"

Istri selalu berhati-hati dalam melakukan edukasi, pemeriksaan, dan tindakan lainnya. Karena menyangkut dengan hukum. Jadi, istri selalu safe action, seperti meminta persetujuan tidak mau dirujuk, bersedia dilakukan tindakan, memfoto yang menandatanginya, terkadan juga direkam percakapannya. Selain itu juga sebelum memberi penjelasan, biasanya memanggil semua keluarga pasien terutama keluarga inti, supaya semuanya paham, tidak mengulang-ulang penjelasan, supaya penjelasannya tidak sepotong-sepotong, supaya tidak ada yang dikurangi penjelasannya Ketika menyampaikannya ke orang lain.

"Oh iya, itu tadi ke rumah, nanyakan ada dokternya nggak, bisa nyuntik yang kena gigitan ular enggak" saya menanggapi cerita istri.6

"Dokternya lagi di puskesmas" jawab saya pada yang datang ke rumah tadi.

Spare pembangkit sudah ada untuk suplay listrik dari Ketapang, tapi petugas yang di gardu hubung tidak bisa dihubungi, tidak ada respon di grup, ditelepon tidak masuk. Informasinya tidak ada sinyal. Saya mulai was-was, karena sudah lama juga padam listrik ini. Terlebih yang pertama kali padam sore hari dan sampai jam 20.00 belum nyala.

"Mau keluar kah yang? Ngecek dilapangan?" Tanya istri

"Kalau mau keluar gak apa apa, ini udah jam 20.00 aman, nanti anak-anak ditidurkan" lanjut istri.

"Nggak yang, bukan kerusakan, tapi petugas yang disana gak ada sinyal, gak bisa dihubungi, jadi bingung harus gimana" jawab saya.

Beberapa menit kemudian ada panggilan masuk dari petugas di gardu hubung. Alhamdulillah listrik kembali normal. Dan saya pun bernafas lega.

2 comments:

  1. Emang apotik tutup sih beliau nii

    ReplyDelete
  2. Cerita yang sungguh menginspirasi, di tengah penugasan melistriki daerah 3T. Smoga selalu sehat dan terus bermanfaat terhadap masyarakat.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.